Menurut etimologi, Wadaslintang berasal dari dua kata yaitu, wadas yang
berarti batu dan lintang yang berarti bintang. Jadi kata Wadaslintang kurang
lebih berarti batu yang mirip bintang yang bersinar terang. Konon menurut
cerita rakyat, sebelum desa Wadaslintang dibuka menjadi pemukiman disana
terdapat bebatuan yang berkilauan menyerupai bintang sehingga dinamailah
Wadaslintang.Bebatuan yang mempunyai ciri berwarna putih susu dan berkilauan
seperti bintang ini sampai sekarangpun masih banyak terdapat di desa
Wadaslintang, terutama banyak terdapat di pasir-pasir kali Kelurahan
Wadaslintang.
Sejarah berdirinya desa Wadaslintang tidak dapat
dilepaskan dengan Peristiwa Perang Diponegoro yang terjadi tahun 1825-1830.
Wilayah Wadaslintang ketika itu masih berupa hamparan kawasan hutan belantara.
Sekitar tahun 1827 datanglah pasukan Diponegoro yang mencari daerah
persembunyian, yang akhirnya terdamparlah pasukan Diponegoro di wilayah
Cangkring. Kedatangan pasukan Diponegoro di Cangkring ini untuk menghindari kejaran
pasukan Belanda dari arah Kebumen ke Wonosobo. Mereka datang ke Cangkring lewat
Kalipuru, Lancar kemudian Cangkring. Ki Selarong Magelang juga sempat tinggal
beberapa lama di Cangkring. Beberapa anggota pasukan yang tinggal di Cangkring
adalah Joko Kanoman dan Suryo Mataram. Mereka ditugaskan untuk membuka hutan
dan mengubahnya menjadi tempat pemukiman, yang pada akhirnya berdirilah desa
Wadaslintang. Joko Kanoman diminta untuk menjadi Dhemang, namun Joko Kanoman
tidak bersedia untuk diangkat menjadi Dhemang. Cadipura akhirnya diangkat
sebagai Dhemang yang pertama di Wadaslintang yang diangkat secara langsung dari
Kadipaten. Cadipura bukan merupakan penduduk asli desa Cangkring, beliau
berasal dari Lamuk, Kaliwiro. Daerah kekuasaannya adalah wilayah Wadaslintang,
Cangkring dan Panerusan. Pada waktu itu pusat pemerintahannya berada di desa
Cangkring, namun pada masa pemerintahan Dolah Sirod (1907-1910) yang merupakan
Lurah yang diangkat oleh Camat maka pusat pemerintahannya dipindahkan ke desa
Wadaslintang.
Pengangkatan Cadipura sebagai Dhemang adalah awal dari
sebuah perjalanan panjang bagi bumi Wadaslintang, awal dari sebuah tatanan
pemerintahan dan awal dari kumpulan sosial kemasyarakatan. Adapun nama-nama
Lurah yang pernah memerintah Wadaslintang adalah sebagai berikut:
- Dhemang Cadipura, memerintah antara tahun 1834-1848
- Dhemang Cadireja, memerintah antara tahun 1848-1895
- Kartodirjo, memerintah antara tahun 1895-1907
- Lurah Dolah Sirod, memerintah antara tahun 1907-1910
- Glondong Sastro Sukarno, memerintah antara tahun 1910-1955
- Kepala Desa Maryo Sudarmo, memerintah antara tahun 1955-1973
- Kepala Desa Sardi Susilo Miharjo, memerintah antara tahun 1973-1975
- Kepala Desa Abdulholim, memerintah antara tahun 1975-1990
- Kepala Desa Joyo Dipuro, memerintah antara tahun 1990-1998
Selanjutnya
setelah 1998 Desa Wadaslintang dilikuidasi diganti Kelurahan
Adanya perbedaan nama antara nama Dhemang, Glondong,
Kepala Desa maupun Lurah sebenarnya mempunyai sejarah tersendiri. Pada awalnya,
sekitar tahun 1827 sedang terjadi Perang Diponegoro datanglah pasukan Joko
Kanoman di Cangkring Wadaslintang kemudian dia diangkat oleh Bupati di
Kadipaten Wonosobo untuk menjadi Penguasa Wilayah Wadaslintang atau yang pada
waktu itu disebut Dhemang, akan tetapi Jaka Kanoman tidak mau sehingga Bupati
mengangkat Cadipura sebagai Dhemang pertama di Wadaslintang.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Wadaslintang,_Wadaslintang,_Wonosobo
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Wadaslintang,_Wadaslintang,_Wonosobo