Dari Mana Datangnya Listrik?
Sadarkah anda, setelah anda menekan saklar lampu ada sebuah sistem yang amat besar dan rumit yang sedang bekerja?
Secara sederhana skema penyaluran listrik di Indonesia dibagi menjadi 3 tahap. Secara berurutan 3 tahap tersebut adalah tahap pembangkitan, tahap transmisi atau penyaluran dan tahap distribusi. Melalui tahap distribusi listrik disalurkan ke pelanggan baik pelanggan bisnis, rumah tangga, sosial dan publik. Namun di balik skema sederhana itu ada sistem yang cukup rumit yang memerlukan penanganan dan perhatian serius.
Di Indonesia ada beberapa daerah yang telah memiliki sistem interkoneksi dalam proses penyediaan listrik. Interkoneksi adalah sebuah jaringan penghubung antar beberapa pemabangkit yang mensuplai pelanggan yang ada dalam system. Sistem interkoneksi dapat diibaratkan seperti ini. Ada satu pembangkit listrik besar yang menghasilkan listrik untuk disalurkan satu pelanggan. Jadi listrik yang kita nikamati saat ini tidak diketahui dari pembangkit mana berasal. Tentu saja sistem ini membutuhkan banyak jaringan untuk menyalurkan listriknya dan membutuhkan koordinasi karena berada dalam satu kesatuan.
Pada awalnya listrik dihasilkan oleh pembangkit listrik. Di atas telah disebutkan jika listrik sistem interkoneksi dipasok dari beberapa pembangkit. Pada sistem interkoneksi Jawa Madura Bali (Jamali) listrik dipasok dari banyak pembangkit. Pembangkit-pembangkit ini berupa PLTU (uap), PLTA (air), PLTD (diesel) dan PLTGU (gas, uap).
Daya listrik yang dihasilkan dari pembangkit-pembangkit ini harus mampu memenuhi beban listrik di wilayah Jawa, Madura, Bali dan bahkan harus menyimpan daya cadangan sebagai jika ada gangguan. Untuk diketahui beban puncak listrik Jawa Bali pada Sabtu 10 Oktober 2009 mencapai 15.860, 67 Megawatt (MW atau juta watt). Idealnya daya listrik yang dihasilkan oleh gabungan-gabungan pembangkit tersebut memiliki cadangan operasi sebesar 20%. Jadi suplai daya yang harus disediakan oleh system pembangkit untuk melayani bebaan puncak ini setidaknya adalah 19.825 MW.
Setelah dibangkitkan listrik kemudian disalurkan. Peran penyaluran ini dilakukan oleh PLN Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (PLN P3B). Oleh PLN P3B listrik dari pembangkit-pembangkit disalurkan ke seluruh daerah.
Rumitnya sistem ini adalah bagaimana PLN P3B Jawa Bali harus mengoordinir seluruh pembangkit agar dapat mengantisipasi beban listrik di Jawa Bali. Apalagi jika ada pembangkit yang tidak bisa beroperasi secara optimal karena ada gangguan, PLN P3B harus mengurangi beban pembangkit itu untuk dipindahkan ke pembangkit lain. Pembangkit listrik dan PLN P3B bekerja 24 jam. Selain karena harus terus berkoordinasi, energi listrik juga tidak dapat disimpan dan harus bereaksi seketika. Tenaga listrik yang diproduksi pun harus selalu sama dengan tenaga listrik yang dipakai konsumen.
Faktor kerumitan lain yang harus diperhatikan adalah efisiensi. Prosentase terbesar energi primer yang dipakai pembangkit di Indonesia adalah minyak (solar). Padahal minyak berharga paling mahal dibandingkan energi primer lain. Untuk saat ini investasi dalam pembangunan pembangkit dengan energi terbarukan juga membutuhkan biaya yang amat mahal. Maka dari itu PLN P3B harus mengatur pembangkit yang berenergi primer bekerja secara penuh saat beban puncak saja.
Faktor perawatan juga harus menjadi perhatian. Di wilayah Jateng dan DIY, jaringan sistem interkoneksi Jamali terdiri atas Saluran Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) sepanjang 1156.2 km, Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) sepanjang sepanjang dan Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) sepanjang 23,68 km. Ditambah dengan gardu induk, tower dan transformator dan PLN harus memastikan jaringan dan peralatan pendukungnya selalu berfungsi dengan baik untuk menjaga keandalan pasokan listrik ke pelanggan.
Setelah tahu rumitnya sistem penyaluran listrik di Indonesia, tak ada salahnya kan jika kita makin menghargai listrik yang kita pakai. Caranya mudah. Hematlah memakai listrik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar